MAKALAH
“ANAK JALANAN”
Mapel : Sosiologi

DISUSUN OLEH :
ENI ARISA
Kelas :
XII IPS 2
Guru Pembimbing : Septinar, S.Ag, S.Pd
MADRASAH ALIYAH NEGERI
1 SAROLANGUN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT. karena berkat rahmat, hidayahnya, penulis mampu
menyelesaikan sebuah tugas makalah sosiologi yang berjudul “Anak Jalanan”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata pelajaran Sosiologi Kelas XII IPS2, dan tak lupa pula penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan tugas ini
Diluar itu, penulis sebagai manusia
biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab
itu dengan segala kerendahan hati , kami selaku penyusun menerima segala kritik
dan saran yang membangun dari pembaca agar pembuatan makalah selanjutnya dapat
lebih baik.
Sarolangun,
19 Januari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI
.................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 2
1.3.Tujuan .................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 4
2.1 Definisi dan
Batasan Anak Jalanan .............................................. 4
2.2 Pengelompokkan Anak
Jalanan .................................................... 5
2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan
Adanya Anak Jalanan ............ 6
2.4 Solusi untuk
Mengatasi Anak Jalanan .................................... 7
BAB
IV PENUTUP .................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan .................................................................................. 10
3.2 Saran ........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia
merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang
bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi
yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap
nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka
adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin
hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat,
beradab dan bermasa depan cerah.
Pada tahun 2008 jumlah anak jalanan sekitar 8.000
orang, pada tahun 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Dan pada
tahun 2010, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan
ada sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Angka yang
fantastik jika sekarang pada tahun 2011 ini angka tersebut mengalami kenaikan
lagi. Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan sebagai
salah satu agenda kerja prioritas tahun lalu. Oleh karena itu, sebagai
sesama manusia sudah selayaknyalah kita membuat suatu kontribusi yang dapat
membantu anak-anak kurang beruntung tersebut dengan cara apapun yang dapat kita
usahakan sebagai suatu penghormatan terhadap sesama manusia ciptaan-Nya.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam UUD 1945
pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak
jalanan) juga harus menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah
angkat tangan dalam menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah
melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun anak
jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar dari permasalahan
anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin tidak ada anak
jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara mengentaskan mereka
dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah hal yang sulit, alternatif lain
dengan cara meningkatkan pendidikan pada anak jalanan, karena mereka juga
memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.
Di ibukota Jakarta pun bahkan sampai ada perda yang mengatur tentang
pemberian uang di jalanan kepada anak-anak jalanan yaitu Perda No 8 tahun 2007 tentang
Ketertiban Umum. yang dalam pelaksanaannya masih belum sesuai dengan harapan,
bahkan hingga saat ini masih banyak pro dan kontra. “Namun akan kita usahakan
agar semuanya tepat sasaran. Tujuannya melindungi anak-anak tersebut dan juga
pengendaranya,” jelas Supeno, Kepala Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta. Hal
ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua Satgas PA Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI), Muhammad Ichsan mengatakan, harus ada solusi konkret
dari pemerintah terkait pengentasan anak-anak jalanan dengan cara menempatkan
petugas Satpol PP, dan memonitor masyarakat yang memberikan uang kepada
anak-anak di jalanan. “Satpol PP harus memberikan sanksi kepada yang memberikan
uang kepada mereka. Karena uang yang diberikan itu yang membuat mereka bertahan
di jalanan. Kalau mau memberikan jangan di jalanan,” tegasnya seperti dilansir
situs berita Jakarta.
I.2 Rumusan Masalah
Pembahasan mengenai anak jalanan dan solusi untuk
penanganannya, akan dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Apa
saja faktor
munculnya anak jalanan?
2. Masihkah
ada ruang bagi anak jalanan?
3. Apa
saja solusi yang tepat untuk problem anak jalanan?
I.3 Tujuan
Kami melakukan penelitian ini dengan mengangkat
tema “Anak Jalanan”, dengan judul “Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Jalanan”, bertujuan untuk:
1. Dapat
mengenali anak jalanan secara pendekatan.
2. Mengetahui
latar belakang munculnya anak jalanan.
3. Mengetahui
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan munculnya
4. anak
jalanan.
5. Mencari
tahu solusi yang tepat untuk menangani problem anak jalanan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi dan Batasan Anak Jalanan
Departemen Sosial RI
mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunyauntuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan
tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their
homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age,
and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak
berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah
di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16).
Hidup menjadi anak jalanan
bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan
yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan
bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara
psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai
bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka
harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh
negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini
berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka
yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh
sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat
onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma
masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaanalineatif mereka
yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvert,
cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri
bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.
2.2 Pengelompokkan Anak Jalanan
Himpunan mahasiswa
Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokan anak jalanan menjadi
dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan
diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan dijalanan,
tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni
diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan
tanpa punya hubungan dengan keluarganya (Asmawati, 2001 : 28 ).
Menurut Tata Sudrajat
(1999:5) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok berdasarkan
hubungan dengan orang tuanya, yaitu :Pertama, Anak yang putus
hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang
hidup dijalanan / children the street). Kedua,anak yang berhubungan
tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya
seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa
disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the street). Ketiga, Anak
yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak
yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street
children).
Sementara itu menurut
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999 ; 22-24) anak jalanan
dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children of
the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua
fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah
terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga,
mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua.
Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas
sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah
anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka
seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur
kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg
sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan
kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara
atau teman-teman senasibnya.
3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal
dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah sekolah.
Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang
tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling menyolok adalah
berjualan koran.
4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk
mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD
bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa
(orang tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus,
menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen,
pengemis dan pemulung.
Secara garis besar
terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :
1) Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di
jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara
berkelompok.
2) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang ke rumah orang
tua).
2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan
Adanya Anak Jalanan
Banyak faktor yang
kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab tumbuhnya anak jalanan. Parsudi
Suparlan berpendapat bahwa adanya orang gelandangan di kota bukanlah
semata-mata karena berkembangnya sebuah kota, tetapi justru karena
tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian
terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi
suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi Suparlan, 1984 : 36).
Menurut Saparinah Sadli
(1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain: faktor kemiskinan
(struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (faktor intern
dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi
dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000:11)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan
berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena:
1) Kekerasan dalam keluarga.
2) Dorongan keluarga.
3) Ingin bebas.
4) Ingin memiliki uang sendiri.
5) Pengaruh teman.
Beragam faktor tersebut
yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi
sosial ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta
berbagai faktor lainnya.
2.4 Solusi untuk Mengatasi Anak Jalanan
Menurut Nugroho ada tiga
pendekatan untuk mengatasi masalah anak jalanan, yaitu:
1. Pendekatan Penghapusan (abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan
struktural dan munculnya gejala anak jalanan. Anak jalanan adalah produk dari
kemiskinan, dan merupakan akibat dari bekerjanya sistem ekonomi politik
masyarakat yang tidak adil. Untuk mengatasi masalah anak jalanan sangat tidak
mungkin tanpa menciptakan struktur sosial yang adil dalam masyarakat.
Pendekatan ini lebih menekankan kepada perubahan struktur sosial atau politik
dalam masyarakat, dalam rangka melenyapkan masalah anak jalanan.
2. Pendekatan Perlindungan (protection)
Mengandung arti perlunya
perlindungan bagi anak-anak yang terlanjur menjadi anak jalanan. Karena
kompleksnya faktor penyebab munculnya masalah kemiskinan, maka dianggap
mustahil menghapus kemiskinan secara tuntas. Untuk itu anak-anakyang menjadi
korban perlu di lindungi dengan berbagai cara, misalnya:melalui perumusan hukum
yang melindungi hak-hak anak. Fungsionalisasi lembaga pemerintah, LSM dan
lembaga-lembaga sosial lainnya. Perlindungan ini senada dengan pendapat
pemerintah melalui departemen sosial, praktisi-praktisi LSM dan UNICEF di mana
tanggal 15 Juni 1998 membentuk sebuah lembaga independent yang melakukan
perlindungan pada anak. Yaitu lembaga perlindungan anak (LPA) membentuk LA
tersebut didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya embrio LPA, yaitu:1) Anak
di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan dirinya.2) Menghargai pendapat
anak.3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat bukan kepada pemerintah.4)
Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari pendekatan perlindungan
tersebutadalah strategis perlindungan hanya akan menjadi ajang kepentingan para
elitdan tokoh masyarakat sehingga berimplikasi pada tidak tuntasnyapenyelesaian
problem anak jalanan. Produk-produk hukum yang dirumuskan sebagai wujud bagi
perlindungan terhadap anak.
3. Pendekatan Pemberdayaan (empowerment)
Menekankan perlunya
pemberdayaan bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini bermaksud menyadarkan mereka
yang telah menjadi anak jalanan agar menyadari hak dan posisinya dalam konteks
social, politik ekonomi yang abadi di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di
lakukan dalam bentuk pendampingan. Yang berfungsi sebagai fasilitator,
dinamisator, katalisator bagi anak jalanan. Pemberdayaan ini dikatakan berhasil
jika anak jalanan berubah menjadi kritis dan mampu menyelesaikan
permasalahannya secara mandiri.
Selain itu ada cara lain
yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu sebagai berikut:
1. Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya
anak-anak) ke Jakarta, dengan cara operasi yustisi, memperkuat koordinasi
dengan daerah asal, pemulangan anak jalanan ke daerah asal dll.
2. Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan
masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh pada sumber permasalahannya.
Sebagai contoh: banyak diantara anak jalanan yang menjadi tulang punggung
keluarganya. Jika ini yang terjadi, maka pemerintah tidak bisa hanya melatih,
membina atau mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi lebih dari itu, pemerintah
harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan ekonomi keluarganya.
3. Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
4. Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan anak perlu
dilakukan dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera.
5. Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan anak,
termasuk anak jalanan.
6. Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan keberadaan
anak-anak jalanan.
7. Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan sesungguhnya
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga, dan
orang tua.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat
kompleks yang menjadi masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani
hanya oleh satu pihak saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai
pihak yang perduli permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program
yang komprehensi dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila
dilaksanakan secara persial. Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak,
pemerintah, LSM, masa media mutlak diperlukan.
Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak
jalanan yang terpaksa bekerja juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan
karena masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah
ini.
3.2 Saran
Saran saya dalam menanggulangi permasalahan
tersebut adalah dengan adanya semacam kampanye kepada masyarakat luas untuk
peduli dan meningkatkan kesadaran terhadap anak anak jalanan yang ada di
Indonesia ini melalui poster, iklan layanan dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, Anne. Memfasilitasi
Pendidikan bagi Anak Jalanan, (online), (http://anneahira.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.32 WIB).
Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya
Pemberdayaan Anak Jalanan, (online), (http://anjal.blogdrive.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 11.07 WIB).
Hapsari, Endah. 09
April 2013. Awas, Kasih Uang ke Anak Jalanan Bisa Kena Sanksi,(online),
(http://republika.co.id, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.47 WIB).
Syaifudin. Ketidakberfungsian
Lembaga Pemerintah terhadap Masalah Putus Sekolah, (online), (http://edukasi.kompasiana.com, diakses pada tanggal 23 mei 2013, pukul 13.21 WIB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar